Nabi Luth bin Haran bin Tarih (Azar) adalah keponakan Nabi
Ibrahim a.s. Ia diutus oleh Allah swt. kepada kaumnya. Nabi Luth ‘alaihissalam berhijrah
bersama pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju
Mesir. Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke Palestina. Di
tengah perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada pamannya Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju negeri Sadum (di
dekat laut mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan
Rasul-Nya yang diutus kepada negeri tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya
dan Nabi Luth pun pergi ke Sadum serta menikah di sana.
Ketika itu, akhlak penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga
dirinya dari perbuatan maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat
kepada kawan, dan melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan
perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya di alam
semesta. Mereka mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwatnya dan
meninggalkan wanita.
Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam mengajak penduduk
Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu. Beliau berkata kepada
mereka,
“Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang
Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah kepada Allah dan
taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan
itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–Mengapa kamu mendatangi
jenis laki-laki di antara manusia,– Dan kamu tinggalkan istri-istri yang
dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui
batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)
Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan
bersikap sombong terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi
Luth ‘alaihissalam tidak putus asa, ia tetap bersabar
mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan bijaksana dan sopan, ia melarang dan
memperingatkan mereka dari melakukan perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi,
kaumnya tidak ada yang beriman kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan
dan kemaksiatan, bahkan mereka berkata kepadanya dengan hati mereka yang
kasar, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk
orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut: 29)
Mereka juga mengancam akan mengusir Nabi Luth ‘alaihissalam dari
kampung mereka karena memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah
terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya yang beriman pun menjauhi mereka.
Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya
mengucilkannya dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu
wa Ta’ala membuatkan perumpamaan,
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang
saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada
suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit
pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam
Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim:
10)
Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan
kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus tiga orang
malaikat dalam bentuk manusia yang rupawan, lalu mereka mampir dulu menemui
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim ‘alaihissalammengira
bahwa mereka adalah manusia, maka Nabi Ibrahim segera menjamu mereka dengan
menyembelih seekor anak sapi yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan.
Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak
dari istrinya, yaitu Sarah bernama Ishaq ‘alaihissalam. Para
malaikat kemudian memberitahukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
bahwa mereka akan berangkat menuju negeri Sadum untuk mengazab penduduknya
karena kekafiran dan kemaksiatan mereka.
Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memberitahukan, bahwa
di sana terdapat Luth, maka para malaikat pun menenangkannya dengan memberitahukan,
bahwa Allah akan menyelamatkan dia dan keluarganya selain istrinya yang kafir.
Para malaikat pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri
Sadum, hingga mereka sampai di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda
yang tampan.
Saat Nabi Luth ‘alaihissalam melihat mereka, maka Nabi
Luth mengkhawatirkan keadaan mereka, dan tidak ada yang mengetahui kedatangan
mereka selain istri Nabi Luth, hingga akhirnya istrinya keluar dari rumahnya
dan memberitahukan kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth yang rupawan.
Maka kaumnya pun datang dengan
bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji
dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu
rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth
mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.
Masing-masing dari mereka berharap dapat bersenang-senang dan
menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu Nabi Luth menghalangi
mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari mengganggu para tamunya,
ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka
janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu
membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)
Nabi Luth juga mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa
Ta’ala telah menciptakan wanita untuk mereka agar mereka dapat
menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin masuk ke rumahnya.
Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang
yang berakal dari kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan
akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, “Seandainya
aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada
keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)
Saat itulah, para tamu Nabi Luth
memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia
tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang fasik
itu.
Tidak berapa lama, kaum Luth
mendobrak pintu rumahnya dan menemui para malaikat itu, lalu salah seorang
malaikat membuat buta mata mereka dan mereka kembali dalam keadaan sempoyongan
di antara dinding-dinding rumah. Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk
pergi bersama keluarganya pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di
pagi hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke
belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa mereka.
Di malam hari, Nabi Luth ‘alaihissalam dan keluarganya
pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah mereka pergi meninggalkannya dan tiba
waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab yang pedih yang menimpa
negeri itu.
Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras,
seorang malaikat mencabut negeri itu dengan ujung sayapnya dan mengangkat ke
atas langit, lalu dibalikkan negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian
bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan batu yang panas secara
bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan
negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani
mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi
tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.”
(QS. Huud: 82-83)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan
keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur atas nikmat Allah dan
beribadah kepada-Nya.
Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian
dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi
generasi yang datang setelahnya. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang
takut kepada siksa yang pedih.” (Terj. Adz Dzaariyat: 37)
Kisah-kisah Nabi Luth dapat dilihat
di beberapa tempat dalam Al Qur’an, di antaranya: QS. Al A’raaf: 80-84, QS.
Hud: 69-83, QS. Al Hijr: 51-77, QS. Asy Syu’araa’: 160-175, QS. An Naml: 54-58,
QS. Al ‘Ankabut: 28-35, QS. Ash Shaaffaat: 133-138, QS. Adz Dzaariyat:
31-37, dan QS. Al Qamar: 33-40.