AJARAN TENTANG PENERAPAN RUKUN IMAN,
ISLAM DAN IHSAN
Materi Pokok Pengajaran Syekh Siti
Jenar
1.
.“…Kepada
mereka, Siti Jenar pertama-tama mengajarkan akan asal usul kehidupan, kedua
diberitahukan akan pintu kehidupan. Ketiga, tempat besok bila sudah hidup kekal
abadi, keempat alam kematian yaitu yang sedang dijalani sekarang ini. Lagipula
mereka diberitahu akan adanya Yang Maha Luhur…” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki
Sasrawijaya, Pupuh IV Sinom, 6-7).
Kepada pada muridnya, Syekh Siti
Jenar mengajarkan ilmu ma’rifat secata bertahap, yang harus dikuasai oleh
seseorang, jika ingin menjadi manusia sempurna (al-insan al-kamil), serta bagi
yang ingin menempuh laku manunggal dengan Tuhan. (1) Pertama-tama Syekh Siti
Jenar mengajarkan tentang asal-usul manusia [ngelmu sangkan-paran]; (2) Langkah
berikutnya, ia mengajarkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan, khususnya
apa yang disebut sebagai pintu kehidupan; (3) Langkah ketiga Syekh Siti Jenar
menunjukkan tempat manusia besok ketika sudah hidup kekal abadi; (4) Taham
keempat, ia menunjukkan tempat alam kematian, yaitu yang sedang dialami dan
dijalani manusia sekarang ini, di dunia ini, serta berbagai kiat cara menghadapinya;
(5) Langkah terakhir Syekh Siti Jenar mengajarkan tentang adanya Tuhan Yang
Maha Luhur yang menjadikan bumi dan angkasa, sebagai pelabuhan akhir bagi
kemanunggalan dan keabadian.
Sasahidan: Intisari Ajaran Syekh
Siti Jenar
2.
“Insun
anakseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran amung Ingsun, lan
nakseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun, iya sajatine kang aran
Allah iku badan Ingsun, Rasul iku rahsaning-Sun, Muhammad iku cahyaning-Sun,
iya Ingsun kang eling tan kena ing lali, iya Ingsun kan langgeng ora kena owah
gingsir ing kahanan jati, iya Ingsun kang waskitha ora kasamaran ing
sawiji-wiji, iya Ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora
kukurangan ing pangerti, byar.. sampurna padhang terawang-an, ora karasa apa-apa,
ora ana keton apa-apa, mung Insun kang nglimputi ing ngalam kabeh, kalawan
kodrating-Sun.” (R. Ng. Ranggawarsita, WIRID Punika Serat Wirid Anyariyo-saken
Wewejanganipun Wali VIII, Administrasi Jawi Kandha Surakarta, penerbit Albert
Rusche & Co., Surakarta, 1908, hlm.15-16).
Terjemahan, “Aku angkat saksi di
hadapan Dzat-Ku sendiri, sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Aku, dan Aku
angkat saksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku, sesungguhnya yg disebut Allah
Ingsun diri sendiri (badan-Ku), Rasul itu Rahsa-Ku, Muhammad itu cahaya-Ku,
Akulah Dzat yg hidup tidak akan terkena mati, Akulah Dzat yang selalu ingat
tidak pernah lupa, Akulah Dzat yg kekal tidak ada perubahan dalam segala
keadaan, (bagi-Ku) tidak ada yg samar sesuatupun, Akulah Dzat yang Maha Menguasai,
yang Kuasa dan Bijaksana, tidak kekurangan dalam pengertian, sempurna terang
benerang, tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa, hanya Aku yg meliputi
sekalian alam dengan kodrat-Ku.”
Ajaran tersebut disebut sebagai
ajaran atau wejangan Sasahidan Serat Wirid Hidayat Jati merupakan naskah paling
terkenal hasil karya R. Ng. Ranggawarsita. Menurut R. Ng. Ranggawarsita, naskah
tersebut merupakan wejangan wali ke-8. wali VIII yang dimaksud adalah Sunan
Kajenar atau Syekh Siti Jenar. Ini sesuai dengan pernyataan Ranggawarsita
sendiri dalam naskah tersebut pada halaman 5 dan 6, dimana wejangannya adalah
Sasahidan atau Penyaksian. Oleh Ranggawarsita, Sunan Kajenar disebut sebagai
wali dalam dua angkatan, yakni angkatan pertama di awal Kerajaan Demak dan angkatan
dua, yakni pada masa akhir Kerajaan Demak. Melihat pernyataan ini, logis jika
tahun wafatnya Syekh Siti Jenar ditetapkan pada tahun 1517, sebab setelah
kekuasaan Raden Fatah usia Kerajaan Demak tidak berlangsung lama, disambung
dengan Kerajaan Pajang.
Dari wejangan Sasahidan itu,
nampaklah pengalaman spiritual dan keadaan kemanunggalan pada diri Syekh Siti
Jenar terjadi dalam waktu yang lama, dan mendominasi keseluruhan wahana batin
Syekh Siti Jenar. Nampak juga bahwa dalam intisari ajaran tersebut, konsistensi
sikap batin dan sikap dzahir dari ajaran Syekh Siti Jenar. Jika ilmu tidak ada
yang dirahasiakan dalam pengajaran, maka demikian pula pengalaman batin dari
keagamaan juga tidak bisa disembunyikan. Dan pengalaman keagamaan yang terlahir
tidak harus ditutup-tutupi walaupun dengan dalih dan selubung syari’at. Dan
akhirnya dalam ajaran Sasahidan itulah, semua ajaran Syekh Siti Jenar
tersimpul.