Kemanunggalan Ke-Iman-an
1.
“Adapun
manunggalnya keimanan, itu menjadi tempat berkumpulnya jauhar (mutiara) Muhammad,
terdiri atas 15 perkara, seperti perincian di bawah ini:
a.
Imannya
imam, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
keberadaan Allah.
b.
Imannya
tokide (tauhid), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau
adalah panunggale (tempat manunggalnya) Allah.
c.
Imannya
syahadat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
sifatullah (sifatnya Allah).
d.
Imannya
ma’rifat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
kewaspadaan Allah
e.
Imannya
shalat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
menghadap Allah.
f.
Imannya
kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
kehidupannya Allah.
g.
Imannya
takbir, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
kepunyaan keangungan Allah.
h.
Imannya
saderah, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
pertemuan Allah.
i.
Imannya
kematian, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
kesucian Allah.
j.
Imannya
junud, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
wadahnya Allah.
k.
Imannya
jinabat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
kawimbuhaning (bertambahnya ni’mat dan anugerah) Allah.
l.
Imannya
wudlu, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah asma
(Nama) Allah.
m.
Imannya
kalam (perkataan), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau
adalah ucapan Allah.
n.
Imannya
akal, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah juru
bicara Allah.
o.
Imannya
nur, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
wujudullah, yaitu tempat berkumpulnya seluruh jagat (makrokosmos), dunia
akhirat, surga neraka, ‘arsy kursi, loh kalam (lauh al-kalam), bumi langit,
manusia, jin, belis (iblis) laknat, malaikat, nabi, wali, orang mukmin, nyawa
semua, itu berkumpul di pucuknya jantung yang disebut alam kiyal (‘alam
al-khayal), maksudnya adalah angan-angannya Tuhan, itulah yang agung yang
disebut alam barzakh, yang dimaksudnya adalah pamoring gusti kawula, yang
disebut alam mitsal, yang dimaksudnya adalah awal pengetahuan, yaitu kesucian
dzat sifat asma af’al, yang disebut alam arwah, maksudnya berkumpulnya nyawa
yang adalah dipenuhi sifat kamal jamal.” (Wedha Mantra, hlm. 54-55).
Ajaran tersebut terkenal dengan
sebutan panunggaling iman. Dari aplikasi iman dalam bentuk keimanan
Manunggaling Kawula-Gusti tersebut tampak, bahwa fungsi manusia sebagai
khalifatullah (wakil real Allah) di muka bumi betul-betul nyata. Manusia
adalah cermin dan pancaran wujud Allah, dengan fungsi iradah dan kodrat yang
berimbang. Semua bentuk syari’at agama ternyata memiliki wujud
implementasi bagi tekad hatinya, sekaligus ditampakkan melalui tingkah
lahiriyahnya.
Jelas sudah bahwa dalam sistem
sufisme Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah, ajaran “langit” Allah berhasil
“dibumikan” oleh Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah. Melalui doktrin utama
Manunggaling Kawula-Gusti. Manusia diajak untuk membuktikan keberadaan Allah
secara langsung, bukan hanya memahami “keberadaan” dari sisi nalar-pikir (ilmu)
dan rasa sentimen makhluk (perasaan yang dipaksa dengan doktrin surga dan
neraka). Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah. Mengajarkan dan mengajak
manusia bersama-sama “merasakan” Allah dalam diri pribadi masing-masing.
21.
Adapun
yang menjadi maksud:
a.
Iman,
adalah pangandeling (pusaka andalan), roh.
b.
Tokid
(tauhid), panunggale (saudara tak terpisah, tempat manunggal) roh.
c.
Ma’rifat,
penglihatan roh.
d.
Kalbu,
penerimaan (antena penerima) roh.
e.
Akal,
pembicaraannya roh.
f.
Niat, pakaremaning
roh.
g.
Shalat,
menghadapnya roh.
h.
.Syahadat,
keadaan roh.” (Wedha Mantra, hlm. 54).
Pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut
mempertegas maksud Manunggalnya Iman di atas. Di dalam hal ini, Syekh Siti
Jenar menjelaskan maksud dari masing-masing doktrin pokok tauhid dan fiqih
ketika dikaitkan dengan spiritual. Iman, tauhid, ma’rifat, qalbu, dan akal
adalah doktrin pokok dalam wilayah tauhid; dan niat, shalat serta syahadat
adalah doktrin pokok fiqih. Oleh Syekh Siti Jenar semua itu sirangkai menjadi bentuk
perbuatan roh manusia, sehingga masing-masing memiliki peran dan fungsi yang
dapat menggerakkan seluruh kepribadian manusia, lahir dan batin, roh dan
jasadnya. Itulah makna keimanan yang sesungguhnya. Sebab rukun iman, rukun
Islam dan ihsan pada hakikatnya adalah suatu kesatuan yang utuh yang membentuk
kepribadian illahiyah pada kedirian manusia.
22.
Yang
disebut kodrat itu yang berkuasa, tiada yang mirip atau yang menyamai.
Kekuasaannya tanpa piranti, keadaan wujudnya tidak ada baik luar maupun dalam merupakan
kesantrian yang beraneka ragam. Iradatnya artinya kehendak yang tiada
membicarakan, ilmu untuk mengetahui keadaan, yang lepas jauh dari pancaindera
bagaikan anak gumpitan lepas tertiup.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya,
Pupuh III Dandangula, 31).
Bagi Syekh Siti Jenar, kodrat dan
iradat bukanlah hal yang terpisah dari manusia, dan bukan mutlak milik Allah.
Kodrat dan iradat menurut Syekh Siti Jenar terkait erat dengan eksistensi sang
Pribadi (manusia). Pribadi adalah eksistensi roh. Maka jika roh adalah pancaran
cahaya-Nya, pribadi adalah tajalli-Nya, penjelmaan Diri-Nya. Pribadi adalah
Allah yang menyejarah. Maka Syekh Siti Jenar mengemukakan bahwa dirinya adalah
sang pemilik dua puluh sifat ketuhanan. Oleh karena itu kodrat merupakan kuasa
pribadi, sifat yang melekat pada pribadi sejak zaman azali dan itu langgeng.
Demikian pula adanya iradat, kehendak atau keinginan.
Antara karsa, keinginan dan kuasa,
adalah hal yang selalu berkelindan bagi wujud keduanya. Tentu menyangkut
kehendak, setiap pribadi memiliki karsa yang mandiri dan yang berhak merumuskan
hanyalah “perundingan” antara pemilik iradah dengan Yang Maha Memiliki Iradah.
Kemudian untuk mewujudkan rasa cipta itu, perlu juga pelimpahan kodrat Allah
pada manusia. Untuk itu semua, Syekh Siti Jenar mendidik manusia untuk
mengetahui Yang Maha Kuasa, dan mengetahui letak pintu kehidupan serta
kematian. Tujuannya jelas, agar manusia menjadi Pribadi Sejati, pemilik iradah
dan kodrat bagi dirinya sendiri.