ENERGI ILAHI YANG KEKAL ABADI
Ada satu fenomena yang bila kita
memikirkannya kita akan menyebut ALLAHU AKBAR.. aneh tapi nyata.. yaitu tentang
cahaya. Di dalam QS An Nur 35 menjelaskan: “Allah adalah cahaya langit dan
bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah ibarat misykat. Di dalam misykat itu ada
pelita. Pelita itu ada di dalam kaca. Kaca itu laksana bintang berkilau.
Dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati. Pohon zaitun yang bukan di timur
atau di barat. Yang minyaknya hampir menyala dengan sendirinya walaupun tiada
api menyentuhnya. Cahaya di atas Cahaya! Allah menuntun kepada cahaya-NYA,
siapa saja yang ia kehendaki. Dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia.
Sungguh Allah mengetahui segalanya.”
Kenapa Allah SWT mengidentifikasikan diri-Nya dengan
perumpamaan Cahaya Maha Cahaya? Jawabannya adalah cahaya tidak pernah kehabisan
energi.
Ada anggapan sementara kaum ilmuwan
di dalam Teori Einstein bahwa cahaya akan kehilangan energinya ketika
meninggalkan medan gravitasi yaitu dengan bergeser warnanya ke arah warna merah
dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Yang dimaksud kehilangan energinya
adalah bukan dalam artian benar-benar hilang, tetapi energinya berkurang dengan
mentransferkan energinya menjadi bentuk yang lain.
Cahaya ketika meninggalkan gravitasi
(meninggalkan bumi) akan dibelokan dan terurai karena adanya perbedaan tekanan
udara, seperti halnya cahaya ketika dilewatkan pada sebuah prisma. Disini tidak
ada energi yang hilang. Di dalam fisika, cahaya atau gelombang elektromagnetik
adalah sebuah panjang gelombang tertentu yang dipancarkan dari sumber dengan
gravitasi yang lebih kuat, yang terpancar menuju area dengan gravitasi yang
lebih rendah. Pengamat akan melihat bahwa panjang gelombang yang diterimanya
akan menjadi lebih besar (frekuensi lebih rendah, energi lebih rendah), itu
yang disebut fenomena gravitational redshift. Tetapi jangan buru-buru
mengatakan bahwa cahaya tersebut kehilangan energi. Untuk hal yang seperti ini
(dalam orde cahaya) kita harus menggunakan hukum relativitas, dan tidak bisa
menggunakan fisika klasik. Fenomena ini mirip dengan ketika ada dua orang, yang
satu tinggal di bumi dan satunya naik pesawat dengan kecepatan yang mendekati
cahaya. Kedua orang tersebut mengukur panjang sebuah benda yang diam dibumi,
hasil yang tampak adalah akan memperlihatkan bahwa hasil pengukuran mereka
berbeda. Ini tidak bisa dipahami dengan fisika klasik tapi bisa dipahami
menggunakan hukum relativitas.
Pada gravitational redshift tidak
ada energi yang hilang, hanya ada perbedaan pengamatan akibat beda tempat,
perbedaan tersebut harus dilihat secara relativistik (menggunakan hukum
relativitas) jadi tidak ada yang hilang dan tidak ada yang aneh.
Hukum relativitas tidak pernah
mengatakan bahwa kita bisa mundur ke masa lampau, itu hanya terjadi pada film
fiksi saja. Tetapi menurut hukum relativitas bahwa waktu memang bisa molor
tergantung dari posisi pengamatnya. Fenomenanya bisa diamati salah satunya
yaitu ketika foton dari cahaya matahari bergerak menuju bumi, waktu menjadi
relatif bagi si foton. Masih di dalam fisika bahwa semua partikel (apapun itu
jenisnya) tidak bisa bergerak dengan kecepatan melewati 3 x 10^8 m/s (kecepatan
cahaya). Mungkin itu sudah dibatasi oleh yang menciptakan alam ini. Kalau ada
partikel yang mampu bergerak dengan kecepatan melampaui kecepatan cahaya
persamaan relativitas menjadi tidak terdefinisikan. Jika kita naik pesawat
dengan kecepatan 0.75 C relatif terhadap bumi, kemudian kita menembakan peluru
pada arah yang sama dengan pesawat dengan kecepatan 0.75 C relatif terhadap
pesawat, maka kecepatan peluru terhadap bumi tidak menjadi 1,5 C.
Barangkali itu sebabnya, Allah SWT
membuat perumpamaan dirinya dengan Cahaya Maha Cahaya… Sebab cahaya-NYA tidak
pernah kehabisan energi dimana pun dan sampai kapanpun. Energi Ilahi
sebagaimana tercermin dalam energi dalam hukum fisika, akan kekal abadi
sepanjang masa dan kita akan bisa mendapatkannya kapanpun kita inginkan asal
punya niat dan kemauan. Mari kita berproses bersama menuju kesempurnaan…
Selamat berpuasa Ramadhan.