PUASA
RAMADHAN DAN HADIRNYA ENERGI ILAHI
Puasa Ramadhan adalah momentum kita
semua untuk menghayati hakikat kekekalan energi. Bahwa tiada yang berkuasa
dengan kuasa yang mutlak melainkan Allah SWT. Hatinya bersaksi, bahwa kekuasaan
Allah SWT meliputi segala ada termasuk dirinya sendiri. Kekekalan ini
terasa KETIKA KITA BERPUASA TIDAK MAKAN DAN MINUM,
MENAHAN NAFSU MAKA YANG TERJADI ADALAH KUN FAYAKUN, ENERGI ILAHI YANG
LUAR BIASA DAHSYAT AKAN MENGALIR DALAM DIRI KITA.Dengan syarat, puasa
kita adalah puasa yang betul.
Puasa Ramadhan yang rata-rata
terdiri dari 30 hari bisa dibagi menjadi tiga momentum. 10 hari pertama, 10
hari kedua dan 10 hari ketiga. Pada 10 hari pertama kita mengoreksi diri dalam
hal KESALAHAN OBYEKTIF mengenai makan dan minum. Kita kuat sesungguhnya bukan
karena energi dari makanan dan minuman dan yang benar adalah kita kuat dan
segar karena LA HAULA WA LA QUWWATA ILA BIL-LAH. Hakikat energi yang berasal
dari makanan dan minuman itu sebenarnya hanya energi yang bisa terjadi atas
perkenaan NYA semata. Saat puasa, badan kita terasa lemah lunglai tiada
berdaya. Namun sesungguhnya rasakanlah saat itu justeru muncul energi Ilahi
dalam diri. Sama seperti saat bahaya mengancam, tiba-tiba energi kekuatan
muncul tiada terduga… Itulah energi Ilahi yang keluar saat kita pasrah total.
Tanpa pasrah total, ikhlas atau nrimo kita tidak akan pernah bisa didatangi
oleh energi Ilahi. Maka pada saat puasa pula, biasanya merupakan saat terbaik
untuk melakukan pemancaran energi Ilahi seperti mendoakan kesembuhan orang
lain, kelancaran rezeki dan sebagainya.
Dan sesungguhnya energi Ilahi itu
sudah tersimpan di dalam Kitab-NYA berupa ayat-ayat kauniah yang tergelar di
alam semesta ini. Tinggal sekarang apakah kita mampu membuka kuncinya atau
tidak? INNA QUWWATIH, NAKABAN NATAH KITABAN NATAH.. WA INNAMA AMRUHU IDZA
ARODA SYAI’AN AN YAQULA LAHU KUN FAYAKUN.
Pada 10 hari kedua yaitu hari
kesebelas hingga hari kedua puluh bulan Ramadhan, kita koreksi kesalah pahaman
mengenai pembuangan tenaga. Bahwa kita tidak lah membuang tenaga melainkan
justeru kembali ke NAFSIN WAHIDATIN. Alastu birabbikum, kalu bala syahidna (QS
7:172) yaitu Janji Kawula Gusti.
Dan yang the best of all terjadi
pada 10 hari ketiga yaitu hari kedua puluh satu hingga selesai bulan Ramadhan
yaitu saat terjadinya LAILATUL QADAR. Yaitu teraksesnya ENERGI
ILAHI oleh kesadaran ruhani kita seperti 1000 energi cahaya bulan yang menjadi
satu dalam satu momentum beserta kepastian Furqoni 82 tahun yaitu energi LA
ILAHA ILAL-LAH.
Allah SWT yang menganugerahkan
energi pada manusia agar dengan energi yang dimilikinya itu dia memiliki
sedikit kuasa untuk berusaha dan berbuat. Namun perlu diingat bahwa kuasa dan
upaya tersebut tentunya hanya “pinjaman” yang akan “kembali” kepada Yang Punya
Kuasa.
Menyelami makna LA HAULA WA LA
QUWWATA ILLA BILLAH (Tiada daya dan upaya melainkan dengan bantuan
Allah) dalam dirinya. Ungkapan tauhid ini mengandungi rahasia bahwa Tuhanlah
yang Memiliki Semua Energi di alam semesta ini. Tiada satu pun energi kecuali
berada di dalam kekekalan energi-NYA. Kita makan dan minum untuk mencari sumber
tenaga. Sumber tenaga dari makan dan minuman yang kita konsumsi sesungguhnya
berasal dari tanaman, tumbuhan dan hewan. Mereka mendapat energi dari rantai
makanan lain begitu seterusnya hingga akhirnya bermuara pada satu sumber energi
yang tidak berasal dari sumber energi lain, yaitu Energi Ilahi.
Mereka yang tenggelam dalam lautan
penyaksian wahdah (kesatuan sifat-sifat Allah) pasti menghayati bahwa manusia
dan seluruh alam ini tidak pernah terlepas daripada kekuasaan Allah SWT. Maka,
dia merasa harus menghambakan dirinya dan memilih untuk mentaati-Nya.
Tidak mudah untuk menemukan rumusan rahasia ini. Kita
bisa berteori namun umumnya belum sampai pada pemahaman yang sesungguhnya.
Mata, telinga dan hati kita masih terhijab dan hakikat hukum kekekalan energi
Allah SWT belum mampu kita temukan. Kita masih menganggap bahwa yang berperanan
dalam memberi manfaat dan menolak kemudaratan adalah dirinya sendiri dan
makhluk-makhluk di sekitarnya. Kita yang lalai itu terhijab dengan perbuatan
Allah (af’aal) melalui makhluk-makhlukNya (infi’al) sehingga gagal menghayati
makna sebenar wujud seluruh makhluk. Kita terhijab dalam kepompong hukum
sebab akibat sehingga tidak dapat menghayati konsep qudrat (kekuasaan), iradah
dan ilmu Allah.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan pada kita sebagai berikut: KUNCI SEBENARNYA MENGAKSES ENERGI ILAHI YAITU MENGAKUI KEKUASAAN
ALLAH SWT DENGAN CARA MENGAKUI KELEMAHAN DIRI DI HADAPAN-NYA SEBAGAIMANA MUSA
AS YANG TERSUNGKUR DI BUKIT SINAI. ATAU BERSUJUDNYA SEORANG MUSLIM DENGAN
SUNGGUH SUNGGUH SUJUD SAAT SHOLAT. KEYAKINAN INI JIKA DITERJEMAHKAN DALAM DIRI
SESEORANG MAKA DIA AKAN MENGHADAPI KEHIDUPAN INI DENGAN PENUH KEPASRAHAN,
NRIMO, IKHLAS, KETERGANTUNGAN HATI HANYA KEPADA-NYA TANPA RASA KEBIMBANGAN
SEDIKITPUN.
Apa yang dia laksanakan adalah apa yang dituntut oleh Allah.
Mereka tidak perlu risau soal hasil karena sudah ada jaminan kepastian atas
dirinya. Namun, tatkala mengetahui bahwa hanya Allah yang Maha Berkuasa dalam
kehidupan ini, maka dia pun tidak bermalas-malasan dan sebaliknya akan
“berusaha” sekeras mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Allah menugaskan agar kita berusaha
dalam rangka menunaikan tugas penghambaan diri. Usaha yang kita lakukan
sebenarnya telah diperintahkan oleh Allah dan ini kita lakukan dalam rangka
penyempurnaan ibadah. Kita dilarang keras jadi pemalas! Karena kewajiban kita
adalah melaksanakan ibadah khusus (syahadat, sholat, zakat, puasa dan
sebagainya) dan ibadah umum (mencari rezeki, beramal kebajikan demi
kesejahteraan semua makhluk hidup, melestarikan alam sekitar dan sebagainya).