Ingsun, Allah dan Kemanunggalan
(Syekh Siti Jenar)
1.
Sabda
sukma, adhep idhep Allah, kang anembah Allah, kang sinembah
Allah, kang murba amisesa.” Pernyataan Syekh Siti Jenar diatas secara garis besarnya adalah: “Pernyataan roh yg bertemu-hadapan dgn Allah, yg menyembah Allah, yg disembah Allah, yg meliputi segala sesuatu.” Ini adalah salah satu sumber pengetahuan ajaran Syekh Siti Jenar yg maksudnya adalah sukma (roh di kedalaman jiwa) sebagai pusat kalam (pembicaraan dan ajaran). Hal itu diakibatkan karena di kedalaman roh batin manusia tersedia cermin yg disebut mir’ah al-haya’ (cermin yg memalukan). Bagi orang yg sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya serta mencapai fana’ cermin tersebut akan muncul, yg menampakkan kediriannya dengan segala perbuatan tercelanya. Jika ini telah terbuka maka tirai-tirai Rohani juga akan tersingkap, sehingga kesejatian dirinya beradu-adu (adhep idhep), “aku ini kau, tapi kau aku”. Maka jadilah dia yg menyembah sekaligus yg disembah, sehingga dirinya sebagai kawula-Gusti memiliki wewenang murba amisesa, memberi keputusan apapun tentang dirinya, menyatu iradah dan kodrat kawula-Gusti.
Allah, kang murba amisesa.” Pernyataan Syekh Siti Jenar diatas secara garis besarnya adalah: “Pernyataan roh yg bertemu-hadapan dgn Allah, yg menyembah Allah, yg disembah Allah, yg meliputi segala sesuatu.” Ini adalah salah satu sumber pengetahuan ajaran Syekh Siti Jenar yg maksudnya adalah sukma (roh di kedalaman jiwa) sebagai pusat kalam (pembicaraan dan ajaran). Hal itu diakibatkan karena di kedalaman roh batin manusia tersedia cermin yg disebut mir’ah al-haya’ (cermin yg memalukan). Bagi orang yg sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya serta mencapai fana’ cermin tersebut akan muncul, yg menampakkan kediriannya dengan segala perbuatan tercelanya. Jika ini telah terbuka maka tirai-tirai Rohani juga akan tersingkap, sehingga kesejatian dirinya beradu-adu (adhep idhep), “aku ini kau, tapi kau aku”. Maka jadilah dia yg menyembah sekaligus yg disembah, sehingga dirinya sebagai kawula-Gusti memiliki wewenang murba amisesa, memberi keputusan apapun tentang dirinya, menyatu iradah dan kodrat kawula-Gusti.
2.
Hidup itu
bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera. Pancaindera ini merupakan
barang pinjaman, yg jika sudah diminta oleh yg empunya, akan menjadi tanah dan
membusuk, hancur lebur bersifat najis. Oleh karena itu pancaindera tidak dapat
dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan
kesadaran, berasal dari pancaindera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan
hidup. Akal dapat menjadi gila, sedih, bingung, lupa tidur dan seringkali tidak
jujur. Akal itu pula yg siang malam mengajak dengki, bahkan merusak kebahagiaan
orang lain. Dengki dapat pula menuju perbuatan jahat, menimbulkan kesombongan,
untuk akhirnya jatuh dalam lembah kenistaan, sehingga menodai nama dan
citranya. Kalau sudah sampai sedemikian jauhnya, baru orang menyesalkan
perbuatannya.”
Menurut Syekh Siti Jenar, baik
pancaindera maupun perangkat akal tidak dapat dijadikan pegangan dan pedoman
hidup. Sebab semua itu bersifat baru, bukan azali. Satu-satunya yg bisa
dijadikan gondhelan dan gandhulan hanyalah Zat Wajibul Maulanan, Zat
Yang Maha Melindungi. Pancaindera adalah pintu nafsu dan akal adalah pintu bagi
ego. Semuanya harus ditundukkan di bawah Zat Yang Wajib memimpin.
Karena hanya Dialah yg menunjukkan semua budi baik. Jadi pancaindera harus dibimbing oleh budi dan budi dipimpin oleh Sang Penguasa Budi atau Yang Maha Budi. Sedangkan Yang Maha Budi itu tidak terikat dalam jeratan dan jebakan nama tertentu. Sebab nama bukanlah hakikat. Nama itu bisa Allah, Hyang Widi, Hyang Manon, Sang Wajibul Maulana dan sebagainya. Semua itu produk akal, sehingga nama tidak perlu disembah. Jebakan nama dalam syari’at justru malah merendahkan nama-NYA.
Karena hanya Dialah yg menunjukkan semua budi baik. Jadi pancaindera harus dibimbing oleh budi dan budi dipimpin oleh Sang Penguasa Budi atau Yang Maha Budi. Sedangkan Yang Maha Budi itu tidak terikat dalam jeratan dan jebakan nama tertentu. Sebab nama bukanlah hakikat. Nama itu bisa Allah, Hyang Widi, Hyang Manon, Sang Wajibul Maulana dan sebagainya. Semua itu produk akal, sehingga nama tidak perlu disembah. Jebakan nama dalam syari’at justru malah merendahkan nama-NYA.
3.
Apakah
tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, sunsum, bisa rusak dan
bagaimana cara Anda memperbaikinya? Biarpun bersembahyang seribu kali setiap
harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan Anda, Anda tutupi akhirnya menjadi
debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, Apakah para Wali
dapat membawa Pulang dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini baru.
Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat
tatanan batu, dalilnya layabtakiru hilamuhdil yg artinya tidak membuat sesuatu
wujud lagi tentang terjadinya alam semesta sesudah dia membuat dunia.”
Dari pernyataan itu nampak Syekh
Siti Jenar memandang alam makrokosmos sama dengan mikrokosmos (manusia). Kedua
hal tersebut merupakan barang baru ciptaan Tuhan yg sama-sama akan mengalami
kerusakan atau tidak kekal. Pada sisi lain, pernyataan Syekh Siti Jenar tsb
mempunyai muatan makna pernyataan sufistik, “Barangsiapa mengenal dirinya, maka
ia pasti mengenal Tuhannya.” Sebab bagi Syekh Siti Jenar manusia yg utuh dalam
jiwa raganya merupakan wadag bagi penyanda, termasuk penyanda alam semesta.
Itulah sebabnya pengelolaan alam semesta menjadi tanggungjawab manusia. Maka
mikrokosmos manusia, tidak lain adalah Blueprint dan gambaran adanya jagat
besar termasuk semesta. Baginya Manusia terdiri dari jiwa dan raga yg intinya
ialah jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan (Sang Pribadi). Sedangkan raga adalah
bentuk luar dari jiwa yg dilengkapi pancaindera, berbagai organ tubuh seperti
daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah
barang pinjaman yg suatu saat setelah manusia terlepas dari pengalaman kematian
di dunia ini, akan kembali berubah menjadi tanah. Sedangkan rohnya yg menjadi
tajalli Ilahi, manunggal ke dalam keabadian dengan Allah.
4.
Segala
sesuatu yg terjadi di alam semesta ini pada hakikatnya
adalah af’al (perbuatan) Allah. Berbagai hal yg dinilai baik maupun
buruk pada hakikatnya adalah dari Allah juga. Jadi keliru dan sesat pandangan
yg mengatakan bahwa yg baik dari Allah dan yg buruk dari selain Allah.”
“…Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan dari luar diri. Saat manusia
menggoreskan pena misalnya, di situ lah terjadi perpaduan dua kemampuan kodrati
yg dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-NYA, yakni kemampuan kodrati gerak
pena. Di situlah berlaku dalil "Wa Allahu khalaqakum wa ma ta’malun
(Qs.Ash-Shaffat:96)", yg maknanya Allah yg menciptakan engkau dan segala
apa yg engkau perbuat. Di sini terkandung makna mubasyarah. Perbuatan yg
terlahir dari itu disebut al-tawallud. Misalnya saya melempar batu. Batu yg
terlempar dari tangan saya itu adalah berdasarkan kemampuan kodrati gerak
tangan saya. Di situ berlaku dalil"Wa ma ramaita idz ramaita walakinna
Allaha rama (Qs.Al-Anfal:17)", maksudnya bukanlah engkau yg melempar,
melainkan Allah jua yg melempar ketika engkau melempar. Namun pada hakikatnya
antara mubasyarah dan al-tawallud hakikatnya satu, yakni af’al Allah sehingga
berlaku dalil la haula wa la quwwata illa bi Allahi al-‘aliyi al-‘adzimi.
Rosulullah bersabda “La tataharraku dzarratun illa bi idzni Allahi",
yg maksudnya tidak akan bergerak satu dzarah pun melainkan atas idzin Allah.”
Eksistensi manusia yg manunggal ini akan nampak lebih jelas peranannya, dimana manusia tidak lain adalah ke-Esa-an dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan sekedar af’al, sebab af’al digerakkan oleh dzat. Sehingga af’al yg menyatu menunjukkan adanya ke-Esa-an dzat, kemana af’al itu dipancarkan.
Eksistensi manusia yg manunggal ini akan nampak lebih jelas peranannya, dimana manusia tidak lain adalah ke-Esa-an dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan sekedar af’al, sebab af’al digerakkan oleh dzat. Sehingga af’al yg menyatu menunjukkan adanya ke-Esa-an dzat, kemana af’al itu dipancarkan.
5.
“Di dunia
ini kita merupakan mayat-mayat yg cepat juga akan menjadi busuk dan bercampur
tanah. Ketahuilah juga apa yg dinamakan kawula-Gusti tidak berkaitan dgn
seorang manusia biasa seperti yg lain-lain. Kawula dan Gusti itu sudah ada
dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi
hanya untuk saat ini nama kawula-Gusti itu berlaku, yakni selama saya mati.
Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, Gusti dan kawula lenyap, yg tinggal hanya
hidupku sendiri, ketentraman langgeng dalam ADA sendiri. Bila kau belum
menyadari kebenaran kata-kataku maka dgn tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih
terbenam dalam masa kematian. Di sini memang terdapat banyak hiburan aneka
warna. Lebih banyak lagi hal-hal yg menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak
melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera. Itu hanya impian yg sama sekali
tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap. Gilalah orang
yg terikat padanya. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam
kerajaan kematian. Satu-satunya yg kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan.”
Syekh Siti Jenar menyatakan dgn
tegas bahwa dirinya sebagai Tuhan, ia memiliki hidup dan Ada dalam dirinya
sendiri, serta menjadi Pangeran bagi seluruh isi dunia. Sehingga didapatkan
konsistensi antara keyakinan hati, pengalaman keagamaan, dan sikap perilaku
dzahirnya. Juga ditekankan satu hal yg selalu tampil dalam setiap ajaran Syekh
Siti Jenar. Yakni pendapat bahwa manusia selama masih berada di dunia ini
sebetulnya mati, baru sesudah ia dibebaskan dari dunia ini, akan dialami
kehidupan sejati. Kehidupan ini sebenarnya kematian ketika manusia dilahirkan.
Badan hanya sesosok mayat karena ditakdirkan untuk sirna. (bandingkan dengan
Zoetmulder; 364). Dunia ini adalah alam kubur, dimana roh suci terjerat badan
wadag yg dipenuhi oleh berbagai goda-nikmat yg menguburkan kebenaran sejati dan
berusaha menguburkan kesadaran Ingsun Sejati. Semoga yg ini bermanfaat
dalam kepasrahan yg tidak bisa dipikir dgn Akal tapi dengan Hati yang sulit
mengungkapkan rasa Cinta itu secara Tulus.... Walaupun rasa Cinta itu sulit
diungkapkan dgn bahasa kita yg sangat terbatas ini.....amin....amin