Ajaran Syekh Siti Jenar menurut Ki
Lonthang Semarang
v “Kalau menurut wejangan guru saya, orang sembahyang itu
siang malam tiada putusnya ia lakukan. Hai Bonang ketahuilah keluarnya napasku
menjadi puji. Maksudnya napasku menjadi shalat. Karena tutur penglihatan dan
pendengaran disuruh melepaskan dari angan-angan, jadi kalau kamu shalat masih
mengiaskan kelanggengan dalam alam kematian ini, maka sesungguhnyalah kamu ini
orang kafir.”
“Jika
kamu bijaksana mengatur tindakanmu, tanpa guna orang menyembah Rabbu’l
‘alamien, Tuhan sekalian alam, sebab di dunia ini tidak ada Hyang Agung. Karena
orang melekat pada bangkai, meskipun dicat dilapisi emas, akhirnya membusuk
juga, hancur lebur bercampur dengan tanah. Bagaimana saya dapat bersolek?”
“Menurut
wejangan Syekh Siti Jenar, orang sembahyang tidak memperoleh apa-apa, baik di
sana, maupun di sini. Nyatanya kalau ia sakit, ia menjadi bingung. Jika tidur
seperti budak, disembarang tempat. Jika ia miskin, mohon agar menjadi kaya
tidak dikabulkan. Apalagi bila ia sakaratul maut, matanya membelalak tiada
kerohan. Karena ia segan meninggalkan dunia ini. Demikianlah wejangan guru
saya yang bijaksana.”
v Umumnya santri dungu, hanya berdzikir dalam keadaan kosong
dari kenyataan yang sesungguhnya, membayangkan adanya rupa Zat u’llahu,
kemudian ada rupa dan inilah yang ia anggap Hyang Widi.”
“Apakah
ini bukan barang sesat? Buktinya kalau ia memohon untuk menjadi orang kaya
tidak diluluskan. Sekalipun demikian saya disuruh meluhurkan Dzat’llahu yang
rupanya ia lihat waktu ia berdzikir, mengikuti syara’ sebagai syari’at, jika
Jum’at ke mesjid berlenggang mengangguk-angguk, memuji Pangeran yang sunyi
senyap, bukan yang di sana, bukan yang di sini.”
“Saya
disuruh makbudullah, meluhurkan Tuhan itu, serta akan ditipu diangkat menjadi
Wali, berkeliling menjual tutur, sambil mencari nasi gurih dengan lauknya ayam
betina berbulu putih yang dimasak bumbu rujak pada selamatan meluhurkan
Rasulullah. Ia makan sangat lahap, meskipun lagaknya seperti orang yang tidak
suka makan. Hal itulah gambaran raja penipu!”
“Bonang,
jangan berbuat yang demikian. Ketahuilah dunia ini alam kematian, sedang
akhirat alam kehidupan yang langgeng tiada mengenal waktu. Barang siapa senang
pada alam kematian ini, ia terjerat goda, terlekat pada surga dan neraka,
menemui panas, sedih, haus, dan lapar”. .
v “Tiada usah merasa enggan menerima petuahku yang tiga buah
jumlahnya. Pertama janganlah hendaknya kamu menjalankan penipuan yang
keterlaluan, agar supaya kamu tidak ditertawakan orang di kelak kemudian hari.
Yang kedua, jangan kamu merusak barang-barang peninggalan purba, misalnya :
lontar naskah sastra yang indah-indah, tulisan dan gambar-gambar pada batu
candhi.Demikian pula kayu dan batu yang merupakan peninggalan kebudayaan zaman
dulu, jangan kamu hancur-leburkan. Ketahuilah bagi suku Jawa sifat-sifat
Hindu-Budha tidak dapat dihapus. Yang ketiga, jika kamu setuju, mesjid ini
sebaiknya kamu buang saja musnahkan dengan api. Saya berbelas kasihan
kepada keturunanmu, sebab tidak urung mereka menuruti kamu, mabuk do’a,
tersesat mabuk-tobat, berangan-angan lam yakunil.”
“…orang
menyembah nama yang tiada wujudnya, harus dicegah. Maka dari itu jangan kamu
terus-teruskan, sebab itu palsu.” .